
SENTRA JATENG – Program Merdeka Belajar Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah untuk meringankan biaya pendidikan tinggi ternyata menyimpan sejumlah persoalan serius. Ombudsman Republik Indonesia mengungkap temuan mencengangkan: setidaknya ada delapan masalah sistemik dan empat indikasi maladministrasi yang membelit program andalan tersebut.
“Berdasarkan pengawasan yang kami lakukan, Ombudsman menemukan sejumlah masalah dan maladministrasi dalam perencanaan dan pelaksanaan Program MBG,” tegas Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi persnya di Jakarta, Selasa (30/9/2025). Temuan ini merupakan hasil pengawasan langsung yang dilakukan lembaga pengawas pelayanan publik itu.
Delapan Masalah Sistemik yang Membelit Program MBG
Ombudsman merinci kedelapan masalah dalam pelaksanaan Program MBG yang berpotensi mereduksi manfaatnya bagi mahasiswa dan perguruan tinggi:
- Ketidaksiapan Platform: Aplikasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) MBG yang diluncurkan ternyata belum siap dan tidak terintegrasi dengan sistem informasi lain di Kementerian Pendidikan.
- Sosialisasi Minim: Sosialisasi program kepada para pemangku kepentingan, terutama perguruan tinggi, dinilai tidak memadai dan berlarut-larut.
- Aturan yang Tumpang Tindih: Pedoman Operasional Standar (POS) MBG terbit sangat terlambat, bahkan setelah proses pelaksanaan program berjalan.
- Proses Pencairan yang Rumit: Mekanisme pencairan dana MBG kepada perguruan tinggi dinilai tidak efektif dan berbelit-belit.
- Keterlambatan Pembayaran: Imbas dari mekanisme yang rumit adalah terjadinya keterlambatan pembayaran dana MBG ke rekening mahasiswa.
- Beban Administrasi Kampus: Kerumitan sistem dan aturan ini akhirnya membebani perguruan tinggi dengan pekerjaan administratif yang meningkat signifikan.
- Dana Tak Terserap: Banyak mahasiswa penerima manfaat yang justru tidak dapat menikmati dana MBG karena berbagai kendala administratif di tingkat kampus.
- Pelaporan yang Tidak Optimal: Sistem pelaporan dan pertanggungjawaban dana tidak berjalan dengan efektif.
Empat Indikasi Maladministrasi yang Ditemukan
Lebih dari sekadar masalah teknis, Ombudsman juga menemukan indikasi maladministrasi atau penyelewengan prosedur dalam program ini. Keempatnya adalah:
- Keterlambatan Penyusunan POS yang menyebabkan ketidakpastian hukum dan operasional di lapangan.
- Kurangnya Koordinasi antarunit kerja di dalam Kementerian Pendidikan sendiri dalam pelaksanaan MBG.
- Kegagalan memberikan informasi yang jelas, lengkap, dan tepat waktu kepada perguruan tinggi dan mahasiswa.
- Kegagalan menyediakan platform atau sistem yang memadai untuk mendukung kelancaran program.
Dampak Langsung pada Mahasiswa dan Kampus
Yeka Hendra Fatika menekankan bahwa sederet masalah ini bukan hanya urusan administratif semata, tetapi telah memberikan dampak langsung yang merugikan bagi mahasiswa dan perguruan tinggi. “Kondisi ini telah mengakibatkan pemberian layanan yang tidak tepat waktu, tidak tepat jumlah, dan berbelit-belit,” paparnya.
Dampak paling nyata adalah keterlambatan dana bantuan sampai ke tangan mahasiswa, yang seharusnya dapat digunakan untuk menunjang biaya hidup dan belajar. Di sisi lain, kampus juga harus menanggung beban administratif tambahan yang seharusnya dapat dihindari dengan perencanaan sistem yang lebih matang.
Ombudsman telah memberikan rekomendasi perbaikan menyeluruh kepada Kementerian Pendidikan untuk segera membenahi program MBG agar hak-hak mahasiswa dan perguruan tinggi dapat terpenuhi dengan layanan publik yang berkualitas.
Red (ar/ar)
