
Sentra Jateng – Pengerahan pasukan TNI untuk mengamankan kantor Kejaksaan di sejumlah daerah, termasuk Jawa Tengah, memicu kontroversi. Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, angkat bicara menanggapi langkah ini sembari mempertanyakan dasar hukumnya.
TNI Ditempatkan di Kantor Kejaksaan
Sejak awal pekan ini, sejumlah kantor Kejaksaan Tinggi di Jawa Tengah dijaga ketat oleh personel TNI. Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Ahmad Luthfi menyatakan, pengamanan ini dilakukan untuk mengantisipasi gangguan keamanan pasca-berbagai kasus besar yang ditangani Kejaksaan.
“Ini langkah antisipatif. Kami berkoordinasi dengan TNI untuk memastikan keamanan para penyidik dan aktivitas hukum berjalan lancar,” ujar Luthfi.
Mahfud MD Pertanyakan Dasar Hukum
Mahfud MD, yang juga pakar hukum tata negara, menyoroti pengerahan TNI ini. “TNI itu seharusnya menjaga kedaulatan negara, bukan lembaga penegak hukum. Kalau untuk Kejaksaan, mestinya polisi yang bertugas. Apa dasar hukumnya?” tegasnya.
Ia menambahkan, jika tidak ada keadaan darurat militer atau konflik bersenjata, pengerahan TNI harus melalui prosedur yang jelas, seperti keputusan presiden atau peraturan khusus.
Kontroversi di Masyarakat
Langkah ini menuai pro dan kontra:
- Pihak yang Setuju berargumen bahwa Kejaksaan sedang menangani kasus-kasus sensitif, sehingga perlu pengamanan ekstra.
- Pihak yang Menolak khawatir hal ini bisa melemahkan independensi penegakan hukum dan memberi kesan militerisasi lembaga sipil.
Respons TNI dan Kejaksaan
Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Mochammad Hasan menyatakan, penugasan TNI dilakukan atas permintaan Kejaksaan dan telah berkoordinasi dengan kepolisian. “Kami hanya membantu sesuai prosedur. Tidak ada maksud intervensi,” jelasnya.
Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa langkah ini bersifat sementara. “Ini murni untuk keamanan, bukan intervensi proses hukum,” katanya.
Apa Dampaknya?
- Kejaksaan dianggap semakin kuat secara keamanan, tetapi dipertanyakan independensinya.
- Masyarakat waspada terhadap potensi pembentukan citra “hukum di bawah bayang-bayang militer”.
Klarifikasi resmi dari pemerintah pusat masih ditunggu untuk memastikan apakah langkah ini memiliki payung hukum yang sah.
(ar/ar)

